Senin, 17 November 2014

“On-Klik” Exhibition


Doni Fitri, M.A. Roziq, dan Iabadiou Piko;  Eksplorasi Teknik Dan Keliaran Ide Yang Memprovokasi
Sekarang ini teknologi fotografi telah berkembang dengan pesat, sehingga semua orang yang memiliki kamera dapat melakukan aktivitas fotografi. Ketika orang – orang melakukan aktivitas tersebut (dengan jenis kamera apapun) yang familiar terdengar adalah suara “klik”, saat tombol Shutter ditekan.
Namun yang menarik dari pameran “On-Klik ini adalah; Perubahan dari suara “klik” menjadi “on-klik”. Suara “klik” merupakan suara yang terdengar saat tombol Shutter ditekan, menandakan bahwa image yang ditangkap lensa telah direkam. Sedangkan “on-klik” sengaja dikemukan sebagai gambaran “peristiwa” sebelum ataupun sesudah tombol shutter ditekan. Dan atau, bagaimana menghadirkan atau menggambarkan proses kreatif seniman yang memilih fotografi sebagai media ungkap atas ide dan gagasan. 
“On-Klik” dapat dilihat sebagai suatu “petanda-relasi” antara seniman dengan media yang digunakan (ketika menciptakan karya seni), dan juga subyek/objek karya seninya. Yaitu hubungan yang bersifat ajeg dan bersumber pada seniman sebagai pemilik ide dan pengambil keputusan. Terutama hubungan yang terkait dengan pemilihan ide, penggunaan teknik dan perlakuan terhadap objek/subyek yang akan dieksplorasi oleh seorang seniman.
Berikutnya adalah perbedaan proses yang dihadirkan oleh masing - masing seniman. Meskipun sama – sama memilih fotografi sebagai media penciptaan karya seni, pada dasarnya setiap seniman memiliki sudut pandang dan selera artisitik yang berbeda, disebabkan oleh perbedaan latar belakang dan pengalaman yang dilalui oleh Iabadiou Piko, MA Roziq dan Doni Fitri.
Bermain – main dengan benda, begitu ucap Doni Fitri ketika berdialog tentang karya seni yang akan ditampilkan dalam pameran ini. Proses bermain tersebut tampak jelas pada subyek/objek karyanya yang terdiri dari rangkaian daging, kapas, dan rambut, walaupun dia tidak membatasi proses kreatifnya pada rangkaian objek – objek tersebut.
Setelah merangkai objek tersebut, permainan berlanjut keteknik foto over exposure yang dia gunakan. Menurut penuturannya, teknik memotret dengan kelebihan cahaya ini sangat menarik, dan dia tidak mengandalkan proses editing yang sering dilakukan oleh orang lain tatkala membuat visual over exposure. Ada tiga komponen dalam mengeksplorasi foto over exposure, yaitu; Diafragma, Kecepatan atau Shutter speed, dan ASA. ASA yang digunakan adalah ASA 100, sedangkan diafragma besar untuk mempersempit ketajaman disesuaikan dengan jauh – dekatnya jarak memotret. Kemudian shutter speed yang normalnya dikisaran 250 sengaja dikurangi menjadi 50 – 60. Selain ketiga hal tersebut, berikutnya adalah penggunaan reflector cahaya. Doni sengaja menggunakan cahaya tunggal (matahari), namun posisi dan penempatan reflector cahaya yang ciamik membuat refleksi cahaya tidak lagi menjadi cahaya pengisi (fill-inlight), tapi menjadi kreasi yang menimbulkan kesan multi light pada objek/subjek karya seninya.
Terlepas dari proses bermain yang dilakukan oleh Doni Fitri di atas, proses kreatif yang dilakukan oleh M.A. Roziq berawal dari pertanyaannya tentang, Apa yang abadi di dunia ini? Setelah melewati proses refleksi diri, pertanyaannya tersebut bermuara pada objek Es, Air membeku yang dapat mencair. Sedangkan pemilihan mainan anak – anak, umpan pancing, dan senjata menjadi konstruksi cerita realitas yang dia temui.   
Ekplorasi tentang es menuntutnya untuk mendalami karakter air dan mesin pendingin (freezer). Roziq menggunakan air matang untuk membuat es yang berwarna jernih, atau air mentah untuk membuat es yang berwarna keruh, dan apabila dia menginginkan es yang berwarna jernih dan keruh dia mengkombinasikan keduanya dengan teknik “pembekuan-berulang”. Sedangkan untuk membentuk komposisi objek yang sesuai dengan keinginannya Roziq menggunakan solder dan hair dryer, baru kemudian dia menggunakan kamera untuk menangkap visual tersebut. Karena sifat dasar es yang mudah mencair, aktivitas memotret tidak membutuhkan waktu lama. Moment dengan waktu singkat inilah yang menjadi tantangan tersendiri baginya. 
Tantangan tersebut belumlah usai, sebab aplikasi teknik cetak dan pemilihan material cetak adalah perihal penting baginya. Selama ini dia pernah menggunakan material kertas, akrilik, kanvas, Stainles,HPL, dan alumunium. Khusus untuk pameran ini Roziq mengolah alumunium komposit  sebagai media cetak. Sedangkan teknik cetak yang diaplikasikan adalah cetak UV Print.
Berbeda dengan Doni Fitri dan M.A. Roziq, Iabadiou Piko dalam pameran ini sengaja mengetengahkan material kanvas dan eksplorasi setereofom sebagai media cetak. Penjelajahannya terhadap material ini dimulai dari ketertarikan terhadap tekstur. Piko menggabungkan tekstur yang dia potret, tekstur yang dibuat (saat pengolahan image/editing), dan memanfaatkan karakter tekstur dari kanvas dan setereofom itu sendiri. Tekstur di sini menjadi kombinasi antara tekstur semu dan tekstur nyata.

Tak lepas dari persoalan tekstur semu dan nyata sebagai metafora “ruang-realitas”, proses kreatif piko merupakan “rekam-jejak” dari ingatannya dikehidupan sehari – hari. Ingatan saat bertemu dengan orang – orang yang “ada” dalam sebuah peristiwa. Perhatian terhadap ruang realitas keberadaanya menjadi pemicu tumbuhnya kreasi diri dalam kekaryaan yang dominan abstrak figurative ini. Dapat dikatakan, bagi Piko ingatan bukan hanya sebagai prasasti pikiran, melainkan fenomena kompleks yang disajikan oleh setiap peristiwa. Tantangan proses kreatifnya berada antara titik kemauan dan kesadaran, mau untuk memperhatikan hal – hal yang terjadi di sekeliling kita secara mendalam, dan sadar akan kemampuan sekaligus keterbatasan kita sebagai individu.
 Karya – karya Piko yang hadir di pameran ini menjadi refleksi dari tumpukan memori pribadinya. Melalui karyanya dia merekonstruksi kembali berbagai ingatan yang dimiliki menggunakan bahasa visual, sebuah peristiwa (lain) yang multi interpretasi. Dan gagasan ini jua lah yang mendasarinya untuk memilih teknik editing “sandwich” dalam mengolah image. Teknik editing “sandwich” yang digunakan Piko adalah penumpukan beberapa image yang bertujuan mengkonstruksi satu image dengan komposisi yang sesuai dengan keinginannya. 
Dibalik segala perbedaan yang memisahkan proses kreatif kekaryaan Iabadiou Piko, MA Roziq dan Doni Fitri, pameran “On-Klik” ini seperti menyatakan sebuah kesamaan, bahwa “Klik” pertama dari profesi mereka sebagai seorang seniman adalah; “daya jelajah”, proses kreatif yang lahir dari hubungan timbal balik antara eksplorasi teknik dan keliaran ide yang dapat memprovokasi persepsi dan imajinasi kita.
Bayu W

Pengantar; Proyek Seni Tentang Hutan


Tentu kita akan membayangkan hijaunya pepohonan dan udara yang segar saat kata “Hutan” dikemukakan. Secara umum Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi oleh pepohonan dan beraneka tumbuhan lainnya. Berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink) dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting. 

Sebagai suatu ekosistem hutan menyimpan beragam sumberdaya alam, dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebab hutan berperan sebagai penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berbagai flora dan fauna. Dan yang lebih utama, peran hutan adalah penyeimbang lingkungan, seperti mencegah timbulnya pemanasan global yang dekade terakhir ini telah menjadi persoalan kita bersama.

Tak dapat dipungkiri, saat ini di seluruh dunia, hutan-hutan sedang dalam krisis akibat meningkatnya pola produksi dan kurang apiknya pengelolaan hutan. Supaya hal demikian tidak semakin parah, tentu menuntut kepedulian kita agar dapat menjaganya, karena “karunia” Indonesia adalah hutan tropis yang paling luas dibanding Negara lainnya. Puluhan juta masyarakat Indonesia mengandalkan hidup dengan mata pencaharian yang bergantung pada hutan, baik dari mengumpulkan berbagai jenis hasil hutan, mengelola pertanian (tumpangsari) ataupun bekerja pada sektor industri pengolahan kayu. Sekarang ini kita menjadi pusat perhatian dunia, sebab belum mampu melakukan pengelolaan hutan yang dapat mensejahterakan masyarakatnya. Bahkan “Keajaiban ekonomi” Indonesia pada tahun 1980-an dan 1990-an ternyata dapat terwujud dengan menghancurkan lingkungan, termasuk pelanggaran hak dan tradisi mayarakat lokal yang notabene diyakini mampu memelihara keseimbangan hubungan antara manusia dan alamnya.

Namun kondisi dan situasi yang demikian bukanlah alasan untuk saling menyalahkan antar sesama pemangku kepentingan terkait pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Karena pada dasarnya semua manusia memiliki keterhubungan yang mendasar dengan hutan atau lingkungan. Erich Fromm, salah seorang ahli psikologi menggunakan istilah Biophilia untuk mengungkapkan hal tersebut. Biophilia adalah kebutuhan biologis manusia untuk berinteraksi dengan alam, dan atau, respon positif manusia secara genetis dengan alam. Bersandar pada hal tersebut, mungkin inilah saatnya untuk meningkatkan kepedulian kita terhadap kelestarian hutan dan lingkungan. Spirit kepedulian yang dapat kita tuangkan sesuai dengan kemampuan dan tanggung jawab profesi kita masing – masing.

Dengan kacamata personal saya, setidaknya inilah salah satu alasan kenapa Proyek Seni Tentang Hutan ini dilaksanakan. Bagaimana seniman – seniman yang terlibat dalam kegiatan ini dapat merespon fenomena kehidupan yang berkaitan langsung dengan hutan, melalui karya seni.

Terlaksananya kegiatan ini tidak dapat dilepaskan dari berbagai pihak yang telah memberikan support mereka. Atas hal tersebut, saya mewakili GUprod mengucapkan terima kasih yang sedalam – dalamnya, kepada Bapak Kyai Manzhur, Mbak Ani, Jajaran Perangkat Desa dan Masyarakat Desa Ngadisono, Mbak Yayuk, Seniman (Ferial Afif, Fitri DK, DJ Har, Allatief, Isrol, Harlen, Hirosi Mehata, Seppa D), Para Sponsor dan Partnership, dan kepada seluruh teman - teman yang telah membantu terlaksananya program kegiatan “Proyek Seni Tentang Hutan” ini..
Bayu W