Senin, 14 April 2014

MAMBANGKIK BATANG TARANDAM


Pameran Seni Rupa FORMMISI di Sekretariat Sakato
Menguak potensi diri dan dinamika kelompok dalam membangun Spirit-Kebangkitan


“Mambangkik batang tarandam” secara harfiah dapat diartikan: membangkit batang yang terendam atau terbenam. Dari sini tampak sebagai suatu upaya untuk mengobarkan semangat agar terus maju, dengan tetap berpijak pada kekuatan dan potensi – potensi yang dimiliki, mengolah dan membangkitkanya kembali sehingga nantinya dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Demikianlah, jargon tersebut dipandang sebagai hasrat seseorang atau kelompok untuk mengembalikan kejayaan mereka di masa lalu. Namun pada sisi lainnya, penggunaan kalimat “mambangkik batang tarandam” dapat mencerminkan perasaan imperior, rendah diri, dan nuansa pesimisme karena adanya beban akibat tuntutan terhadap “pengembalian kejayaan masa lalu” yang pernah dialami secara personal maupun kelompok.


Pada awalnya hal – hal yang tertulis pada kalimat terakhir di paragraf di atas menjadi asumsi pribadi saya ketika beberapa kali berdialog dengan Jhoni (Ketua FORMMISI saat ini) dan beberapa orang temannya. Perihal keinginan kelompoknya untuk melakukan sesuatu (sesuai dengan bidang mereka) yang merasa terbebani oleh “masa lalu”: dimana pada waktu yang lampau kelompok mereka (FORMMISI)dapat melakukan berbagai aktivitas seni yang mendapat apresiasi positif dari khalayak, sedangkan diperiode ini mereka belum dapat melakukan sesuatu hal. Namun akhirnya asumsi tersebut terpatahkan setelah lebih lanjut melihat proses mereka mempersiapkan agenda pameran ini. Dan sungguh saya ingin melihatnya pada satu titik “spirit-positif” dari pemaknaan terhadap “mambangkik batang tarandam”- Menguak potensi diri dalam dinamika kelompok (Forum, komunitas ataupun istilah lain yang memiliki kesamaan pengertian).


Karena berasal dari masyarakat Minangkabau, makna “mambangkik batang tarandam”  secara simbolik dapat dilihat dari proses membangun Rumah Gadang (rumah adat Minangkabau) seperti berikut : “Batang” adalah kayu (pohon) pilihan yang diambil dari hutan secara gotong royong. Kayu yang dipilih merupakan kualitas terbaik, tidak ditebang pada saat pohon  berbunga, pohon tersebut harus cukup usia dan benar - benar sudah tua. Setelah itu, kayu tersebut terlebih dahulu direndam dengan air mengalir untuk menghilangkan getah kayu, kemudian direndam dengan lunau (air yang bercampur lumpur) di sawah atau di kolam yang airnya mengalir dengan tenang. Proses perendaman ini bisa berlangsung bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun, dengan begitu kayu terbebas dari serangan jamur, bakteri kayu dan juga serangga sehingga didapatkan batang kayu yang sempurna. Selanjutnya adalah kegiatan untuk menggunakan kayu tersebut dengan mengangkatnya dari kolam atau tempat perendaman (menjadi kata dasar mambangkik) untuk digunakan sebagai bahan pokok bangunan Rumah Gadang. Singkat cerita tonggak rumah siap ditegakkan, dinding, lantai dibangun dari papan hasil olahan kayu tersebut, begitupun dengan talang atok (kayu konstruksi penyangga atap), kusen dan berbagai elemen bangunan lainnya dari Rumah Gadang yang dibangun berdasarkan kesempurnaan batang kayu.

Secara umum Rumah Gadang berfungsi sebagai tempat tinggal yang ukuran dan jumlah ruangnya tergantung dari banyaknya penghuni, dan biasanya terbilang ganjil, seperti tujuh ruang, sembilan ataupun lebih. Fungsi penting Rumah Gadang adalah sebagai “pusat kegiatan” adat dan tempat mufakat yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat, seperti: Kelahiran, kematian, perkawinan, dan acara - acara kebesaran lainnya, termasuk tempat penyelesaian konflik. Dari sini sebenarnya kita telah diwajantahkan terhadap kehidupan sosial yang seutuhnya, dimana kepentingan bersama (umum) lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi

Menilik kepentingan bersama Forum Komunikasi Mahasiswa Minang Institute Seni Yogyakarta dalam agenda pameran ini tentu berdasarkan pada tiga faktor: kebutuhan, tujuan kelompok dan potensi anggota kelompok. Kebutuhan kelompok adalah kebutuhan yang dirasakan oleh sekelompok orang secara bersamaan. Tujuan kelompok dapat diartikan sebagai gambaran yang diharapkan anggota, dan akan dicapai secara kelompok. Maka dari itu tujuan kelompok harus jelas, diketahui oleh seluruh anggota kelompok, dan untuk meraihnya; diperlukan aktivitas bersama oleh para anggota dengan mengkesampingkan kepentingan – kepentingan individu.

Sedangkan potensi diri individu dalam kelompok ini (FORMMISI) dapat kita saksikan secara bersama – sama pada setiap karya dalam pameran yang bertajuk “Mambangkik Batang Tarandam”. “Batang” ibarat potensi diri yang apabila diaplikasikan ke “Rumah Gadang” dapat menjadi tonggak, dinding, lantai, talang atok (kayu konstruksi penyangga atap), kusen dan berbagai elemen bangunan lainnya untuk menjadi satu kesatuan yang utuh.


Harapan inilah yang menjadi cikal bakal “spirit-kebangkitan” seperti yang diucapkan Ega Budaya (saat berdiskusi dengan beberapa anggota FORMMISI, Selasa 02 April 2014 di Sewon) “Pameran ini bertemakan “Mambangkik Batang Tarandam” berasal dari filosofi minangkabau. Batang tarandam mempunyai pengertian sebagai potensi yang ada tapi belum bangkit. Mungkin filosofi ini bisa menggambarkan semangat baru dari FORMMISI YK (Forum Mahasiswa Minang Institut Seni Indonesia Yogyakarta) . Oleh karena itu kami dari FORMMISI YK ingin kembali membangkitkan spirit serta potensi yang ada dari para anggota untuk di tunjukkan melalui acara pameran seni  rupa”.

Terlepas dari perihal di atas. Apabila kita hantarkan pada dimensi yang lebih luas sebenarnya “Mambangkik Batang Tarandam” adalah: tentang cara, tanggung jawab dan kemauan untuk merubah diri dan kelompok untuk menjadi yang lebih baik. Ataupun kita dapat mengadopsi spirit ini kala menyadari bahwa perubahan – perubahan dalam tatanan masyarakat kita yang telah tergerus oleh api Globalisasi dan Modernitas. Tentu dengan kembali menumbuhkan rasa bangga terhadap berbagai potensi lokalitas masyarakat Nusantara. Setidaknya ini Apresiasi pribadi yang dapat saya berikan pada Pameran Seni Rupa “Mambangkik Batang Tarandam” FORMMISI ini, dan semoga publik dapat mengapresiasinya dengan lebih….. Spirit Glocalization…!
Bayu W

Tidak ada komentar:

Posting Komentar