Inner-Scape
7-lungan
Pembukaan
02 November 2013 jam 19.30
WIB
Pesan-trend Budaya Ilmu Giri
Nogosari, Selopamioro,
Imogiri, Bantul, Yogyakarta.
Dibuka Oleh
HM. Nasruddin Anshoriy Ch
Music Performance
Esteh Anget
Wahono Simbah
Harlen Kurniawan
Penulis
Bayu W
Persepsi tentang seni dan kebebasan terdapat dalam berbagai varian
praktek yang berbeda-beda, serta mengandung nilai-nilai yang berlaku secara
universal dan personal, umum dan juga khusus, meng-global tapi juga lokal.
Sesuai dengan hal tersebut, setidaknya sensitivitas dan ekpresi seni (bersifat
multi-persepsi) sanggup menyatakan bahwa seni berlaku pada sisi nilai-nilai
kebebasan seiring dengan tanggup jawab yang meliputinya. “Artefak-kebebasan”
merupakan nilai-nilai yang menggiring moralitas manusia kearah yang lebih baik.
Karena, nilai-nilai tersebut selalu hadir serta tumbuh secara jamak dalam
berbagai konstruksi realitas seperti; nilai – nilai religiusitas dan kebudayaan
dalam peradaban manusia.
Di titik ini sudah sewajarnya
seniman menantang dirinya agar menangkap “tanda-tanda” realitas, terkait “isi”
karyanya yang di-artikulasikan ke dalam bentuk (visual). Bukankah hal demikian
nantinya dapat mengurai makna kebebasan? dan atau, kebebasan-bermakna yang
selalu diagung – agungkan oleh banyak seniman?. Menurut pendapat saya (pada
proses kekaryaan dalam pameran tunggal Seppa Darsono ini), skema yang paling
mungkin untuk dilakukan adalah; metode “stimulus-respon”, dengan pengertian, yaitu;
mendekatkan seniman dengan unsur – unsur kehidupan, kemudian unsur – unsur
tersebut berfungsi sebagai “stimulasi-aktif”, yang sadar ataupun tidak disadari
akhirnya menuntut “respon-kreatif” seniman (dalam proses penciptaan karya seni).
Unsur – unsur tersebut meliputi adalah lingkungan alam, budaya dan kandungan
nilai – nilai religius yang melekat pada Pesan-Trend Budaya Ilmu Giri.
Inner-Scape saya definisikan
sebagai “panorama-dalam jiwa” yaitu; “kedalaman jiwa individu yang sadar bahwasanya
“diri” adalah bagian utuh dari “scape-kehidupan”. Diri menjadi bagian dari “relasi – relasi” realitas kehidupan,
dan mau tidak mau ikut bertanggung jawab dengan segala–upaya untuk menjaga
keseimbangan antar relasi-relasi tersebut”.
Berikutnya, konstruksi “inner-Scape”
dalam pameran tunggal Seppa Darsono yang pertama ini dapat dimaknai sebagai;
“proyeksi-seni” yang melepaskan diri dari pemaknaan “fisik” yang semata – mata
bersifat materialistik. Karena dia (seniman dan karya seni) menjadi bagian dari
hubungan antara Seni, Alam dan Nilai – nilai Religiusitas. Dan atau, Senimannya
berani membuka diri untuk menangkap dan merespon suara-alam serta prinsip –
prinsip religiusitas yang sepertinya sengaja dilepaskan (ditinggalkan) begitu
saja dalam proses penciptaan karya seni di era kontemporer ini. Tujuannya pun
jelas; menggali, memaknai dan “memperbaharui” benang – benang merah antara seni,
kebudayaan dan kehidupan ini, tanpa mengabaikan kebajikan alam dan kebijakkan
nilai – nilai religiusitas.
Sesuai dengan wacana di atas,
dalam pameran tunggal ini Seppa Darsono merespon dengan tujuh karya “tiga
dimensi-instalatif” yang tentu saja menarik untuk kita simak.
Bayu W