Kamis, 26 Juli 2012

Being-on-the-Earth



“ Spasialitas ” merupakan konsekwensi logis dari keberadaan manusia, karena Bumi adalah tempat bagi manusia dan berbagai makhluk lainnya melangsungkan kehidupan. Kemudian interpretasi terhadap Bumi dan kelangsungannya kelak bergantung pada manusia, sebab anugerah “Akal” yang diterima setiap individu diiringi oleh tanggung jawab yang relatif besar.

Pada dasarnya setiap individu memiliki kesadaran bahwa keberadaan mereka menjadi bagian dari kompleksitas kehidupan di atas Bumi ini. Setiap tindakan dan perilaku yang diaplikasikan berpengaruh pada “kenyataan” dan berkaitan erat dengan Bumi sebagai spasialitasnya. Begitupun sebaliknya, kondisi “ruang kehidupan” berpengaruh terhadap pembentukan perilaku dan tindakkan individu. Hubungan timbal-balik yang tidak bias dipisahkan.

Namun karena keanekara ragaman proses “penghayatan individu” terhadap kehidupan dan cara “memaknai” hubungan eratnya dengan ruang kehidupannya terealisasikan dalam berbagai bentuk tindakan, baik itu bersifat positif maupun negatif, seperti penguasaan, pengeksploitasian, pemeliharaan, peng-rusakkan, pemanfaatan dan berbagai tindakan – tindakan lainnya yang beraneka ragam. 

Dalam lukisan Being-on-the-Earth secara visual adalah bentuk seorang manusia dengan topi bulat sedang memeluk guling. Topi dengan bulatan berwarna merah merupakan simbol dari Bumi dengan situasi dan kondisinya sekarang ini. Kondisi Bumi yang telah kehilangan keseimbangan akibat perilaku manusia yang mengeksploitasinya secara membabi buta demi menyokong tingginya peradaban manusia. Kondisi ini mulai membuat situasi kehidupan menjadi kacau, Banjir, Gempa Bumi, Pergantian musim yang ekstrim dan tidak menentu, Pemanasan global, Berbagai bencana alam, Hingga mencairnya es di kutub – kutub bumi yang membuat naiknya permukaan laut.

Sedangkan manusia yang memeluk guling dengan hangat menjadi sebuah ajakkan agar menjadikan bumi ( Spasialitas) sebagai seorang sahabat atau sesuatu yang paling dikasihi, peduli dan menjaga seutuhnya. Karena menjaga keberadaannya sama seperti menjaga kehidupan saat ini dan keberadaan generasi manusia selanjutnya. 
Bayu W   

Minggu, 08 Juli 2012

Self Re-Construction


Konsep Performance Art dan Pameran Arsip di Gedung BI 
dalam Rangka FKY XXIV Future of AS Oleh Barak Seni Stefan

Mengapa tema pembebasan selalu menjadi perdebatan yang tak kunjung usai dari zaman ke-zaman? Salah satu jawabannya mungkin karena sampai saat ini masyarakat belum terbebaskan secara utuh, masih terbelenggu oleh aturan-aturan yang tidak sejalan dengan ruh demokrasi dan makna kebebasan itu sendiri.
“ Pembebasan ” dianggap mampu menghilangkan segala bentuk eksploitasi, dominasi, penindasan, ketidakadilan, dan tindakan-tindakan negative lainnya dalam kehidupan masyarakat. Pada dasarnya setiap individu selalu ingin membangun masyarakatnya, yang awalnya hanya tunduk dan patuh pada kondisi dan situasi dengan ke-“ lazim”an. Tapi zaman terus bergerak maju diiringi tuntutan baru, menjadi masyarakat yang ingin bersaing, mampu berfikir dan bertindak untuk meraih masa depan yang lebih baik. Meminjam ungkapan Paulo Freire: ingin merubah masyarakat kerucut (submerged society) menjadi masyarakat yang terbuka (open society).
Faktanya mayoritas masyarakat kita masih berada dalam ke-tundukan dan ke-patuhan yang tidak dilandasi dengan pengetahuan dan sikap kritis. Sopan – santun yang menjadi karakter masyarakat kita dipelintir dalam “kotak – kotak bias” dan level – level tertentu tergantung jabatan, kekuasaan dan kekayaan. Kisi – kisi kehidupan yang terbelenggu oleh aturan dan tatanan yang tidak membebaskan manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Pertanyaannya bagaimana merubah paradigma dalam kehidupan yang cenderung melihat “individu sebagai makanan lezat bagi individu lainnya”? ditambah lagi dengan minimnya penghargaan terhadap setiap individu agar tetap dipandang sebagai manusia tanpa embel - embel jabatan, kekuasaan dan kekayaan.


Salah satu langkah untuk meraih kebebasan yang dianggap sebagai jalan meraih masa depan lebih baik adalah meng-konstruksi kembali makna diri setiap individu. Karena masyarakat dibangun oleh individu – individu yang ada di dalamnya, dan langkah ini dapat membuka gerbang terhadap tujuan besar umat manusia yaitu masa depan yang lebih baik.
Secara personal Konstruksi-Diri mengacu kepada beberapa hal, Yaitu
a.       Self Esteem
self esteem mengacu pada perasaan umum tentang harga diri atau nilai diri yang dibentuk oleh hubungan timbal balik antara lingkungan, masyarakat dan diri individu.
b.      Self Efficacy
Self efficacy adalah kepercayaan pada kapasitas umum seseorang untuk menangani sebuah pekerjaan. Lebih spesifik mengacu pada kemampuan seseorang untuk menlakukan tugas khusus dan mampu mempertanggung jawabkannya.
c.       Self Concept
self concept adalah sifat dasar dan pengorganisasian diri seseorang. Self concept dirumuskan dalam bentuk multi dimensi. Baik aspek fisik, emosi, dan hubungan dengan ruang sosial yang terangkum dalam dirinya.
d.      Self Confidence
Self confidence adalah kombinasi dari self esteem dan self efficacy umum. Yaitu individu yang memiliki harga diri atau nilai diri dan memiliki kemampuan untuk menlakukan tugas khusus dan mampu mempertanggung jawabkannya. Dengan kata lain individu telah menemukan dirinya dalam mengarungi kehidupan.
Di tengah kehidupan yang sudah sangat maju ini cukup layak kita kembali mempertanyakan kembali makna diri. Dengan tujuan dapat meng-konstruksi masa depan yang lebih baik.Konstruksi-Diri dimulai dari mengenali diri sendiri dan lingkungan tempat diri bernaung, termasuk tujuan – tujuan yang ingin digapai dan harapan yang ingin diwujudkan secara personal dan sosial. Karena mengkonstruksi-Diri tidak bisa lepas dari dinamika sosial, dimana setiap individu saling ber-interaksi, melebur dan menjadi bagian utuh dalam membangun kehidupan sosial yang lebih baik. Sebab setiap Konstruksi-Sosial memiliki karakter-sosial dan budaya yang dibangun oleh individu – individu di dalamnya.   
Dari Konstelasi di atas Self Re-Construction digambarkan dalam karya seni dengan memadukan beberapa item. Yaitu
A. Pakaian
Pakaian disini menjadi pengandaian identitas setiap individu. Setiap individu tidak bisa lagi menengok kebelakang, merubah sesuatu yang telah terjadi dan ditinggalkan oleh waktu. Namun setiap individu dapat mempertanyakan kembali makna kehadiran dirinya dalam kehidupan ini, berusaha mencapai tujuan dan berani mewujudkan harapannya dimasa yang akan datang.
Potongan – potongan kain kanvas dirangkai ( menggunakan kanvas karena profesi yang kami lakoni sangat dekat dengan kanvas ) merupakan perwujudan setiap pakaian yang membawa karakter dan watak tertentu dari setiap manusia. Dan tentunya memiliki tujuan dan impian
B. Warna – warni sentuhan, relasi antar manusia.
Terlepas dari personalisasi individu, ruang selanjutnya adalah Ruang – Sosial. Ruang dimana setiap Individu memainkan perannya. Peran yang dimainkan oleh setiap individu selau bersinggungan dan berinteraksi dengan individu lainnya. Ibarat kata, setiap individu adalah warna dan warna tersebut dapat tertuang ketika relasi antar individu tercipta dengan unik.

Dari pemikiran inilah Barak Seni Stefan, Komunitas Rupa – Rupa dan beberapa teman lainnya mewujudkan gagasan dengan penggabungan Metode Penciptaan Karya Seni dan Performance Art. Yang dilaksanakan untuk memeriahkan Festival Kesenian Yogyakarta XXIV Future of As 2012.

Selasa, 03 Juli 2012

"BORDER STORIES" / " BATAS CERITA " Solo Sculpture Exhibition by Jhoni Waldi at the Phoenix Hotel Yogyakarta - Indonesia



Tidak ada manusia yang bisa menyimpan rahasia. Bila bibirnya diam ia akan berceloteh dengan ujung jarinya, Rahasia terbersit dari seluruh pori-pori kulitnya.
Sigmund Freud


Bahasa Sunyi - Manusia
Manusia merupakan makhluk yang memiliki kompleksitas yang sangat tinggi. Kajian tentang manusia dilihat dari eksistensi dan aktivitasnya. Berbagai ahli dengan sudut pandang dari disiplin ilmu mereka memberikan pengertian tentang konsep manusia. Namun terdapat kesepakatan bahwa manusia adalah makhluk yang tersusun dari jasmani (fisik) dan kesadaran inderawi ( jiwa/rohani ) Bustanuddin Agus menyebutkan daya manusia terdiri dari fisik, otak, perasaan, hati nurani dan kemauan/nafsu. Selanjutnya Jean Paul Sartre menjelaskan gejala-gejala dasar manusia berupa imajinasi, emosi, tatapan, dan tubuh. Manusia mempunyai daya cipta, dan juga terdiri dari intuisi, apresiasi estetik, jiwa,dan religius.
Prinsip menjadi Implementasi dari daya manusia ketika menjalani realitas kehidupan. Adalah, kumpulan dari cara pandang, harapan dan cita – cita yang bertujuan untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Ke-Unikkan manusia terlihat dari “ke-otomatisan” yang luar biasa, mampu berfikir dan memikirkan apa yang sedang difikirkan, Mampu melakukan sesuatu sesuai dengan kapabilitas dirinya dan mampu meng-evaluasi apa- yang telah dilakukannya dalam menjalani kehidupan. Untuk itu manusia selalu berdialog dengan dirinya selain berinteraksi dengan manusia lainnya.
Di sisi lain manusia adalah makhluk sosial, dimana setiap individu saling berinteraksi satu sama lainnya. Proses dan dinamika interaksi antar manusia dibentuk oleh jalinan perilaku individu yang menuntut beragam keterampilan personal. Salah satunya adalah kemampuan berbahasa. Menurut Saussure bahasa merupakan suatu sistem tanda ( sign ), elelmen dasarnya adalah tanda – tanda kebahasaan ( Linguistik Sign) Fungsinya untuk menyampaikan ide – ide atau pengertian – pengertian tertentu.
Selain sebagai alat komunikasi, bahasa menjadi alat untuk menyampaikan gagasan, dan perasaan. Kemampuan berbahasa menjadi gambaran dari karakter, watak dan perilaku individu. Bahasa manusia berupa bahasa verbal dan non verbal. Bahasa verbal adalah kemampuan manusia untuk berdialog menggunakkan kode – kode vokal dan bunyi. suara. Sedangkan non verbal adalah bahasa tubuh. Bahasa “ Sunyi “ yang menggunakan gerak tubuh termasuk mimik muka dan lainnya. 
Tubuh manusia merupakan keseluruhan struktur fisik organisme manusia. Masing-masing merupakan bagian sistem organ yang dirancang untuk melakukan fungsi kehidupan yang esensial. Dalam Perspektif Fisiologi tubuh manusia bekerja sesuai dengan fungsinya masing - masing. Sadar atau tidak, beberapa atau banyak orang yang mengirim dan menerima sinyal non-verbal ketika melakukan interaksi sosial.
Pada umumnya manusia mampu berkomunikasi dengan bahasa lisan secara fasih. Namun seringkali ucapan atau kata-kata yang keluar dari mulut seseorang ternyata tidak sesuai dengan fakta yang ada, membuat bahasa tubuh yang ditunjukkan oleh gerak tubuh dan mimik wajah manusia menjadi penyeimbang untuk menyampaikan suatu “kebenaran”. Bahasa tubuh merupakan alat komunikasi yang jujur. Karena, ekspresi perasaaan dan keinginan yang muncul dari alam bawah sadar memberi tanda melalui gerak tubuh manusia. Sigmund Freud menyatakan bahwa tidak ada manusia yang bisa menyimpan rahasia. Bila bibirnya diam ia akan berceloteh dengan ujung jarinya, Rahasia terbersit dari seluruh pori-pori kulitnya.
Di era globalisasi ini masyarakat dihadapkan dengan berbagai permasalahaan, persoalan ekonomi, sosial, budaya dan politik yang ” memiskinkan manusia”. Merespon perubahan zaman dengan segala kecanggihan dan kompleksitas persoalan dalam realitas kehidupan. Setiap individu memiliki “ Lingkar Perjalanan-nya ” masing – masing. Dalam pandangan Jhoni Waldi, Sudah saatnya untuk tidak membahasakannya dalam nuansa keluhan atau cerita – cerita senandung harapan. Tapi saatnya untuk berbuat, melakukan sesuatu hal yang terbaik demi masa depan. 

Representasi Tubuh dalam karya Jhoni Waldi.
Jhoni Waldi, dengan karya –karya tiga-dimensional (patung ) adalah representasi tubuh yang berbicara. Tubuh – tubuh dengan berbagai gesture merupakan bahasa yang di gagasnya ketika merespon dinamika kehidupan yang telah mengalami kemajuan dan perkembangan pesat dengan segala kompleksitas permasalahannya. 
Kehidupan sosial di era teknologi dengan irama kompetitif ini berimbas pada distorsi kehidupan yang instan. Beragam fenomena – fenomena kehidupan mempertunjukkan, betapa mudahnya orang – orang mengumbar kata – kata atau janji yang tidak dapat dipenuhinya. Bahkan mengumbar kata – kata “ bohong “ demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. Mengikis rasa persaudaraan dan rasa percaya. Apa yang akan manusia lakukan apabila tidak ada lagi rasa percaya? Atau segala sesuatu harus ditimbang dengan materi, nilai untung rugi? Kecenderungan - kecenderungan tersebut melahirkan perilaku - perilaku destruktif dalam dinamika kehidupan masyarakat.
Pertanyaan dan pernyataan kritisnya tertuang dalam karya – karya yang menyodorkan kembali  proses – proses “ Pematangan Manusia ”, dan mengajak untuk memasuki sebuah dimensi perenungan mendalam atas kehadiran sosok yang bernama Manusia. Agar kedepannya dapat melakukan sesuatu yang terbaik untuk kehidupan personal dan sosial masyarakat.

Untuk mewujudkan gagasan – gagasan tersebut Jhoni Waldi  memadukan beragam teknik dan material dalam penciptaan karya patungnya. Seperti Kayu Jati, Cetak Alumuniun, Perunggu, Logam, Tembaga dan Kuningan. Bahkan pada beberapa karyanya Jhoni Waldi berani menggabungkan beberapa bahan atau material tersebut. Penggabungan beberapa material tersebut tentu memerlukan “ Strategi Khusus”. Karena sifat dasar material yang berbeda memerlukan perlakuan yang berbeda pula, dan strategi ini dapat menjaga “gagasan” dalam karya patung yang diciptakannya dapat tersampaikan. Penguasaan Materi dan teknik yang mumpuni membuat “ Gerak-Tubuh” dalam karya patungnya membuat tanda – tanda tersebut mengalir menjadi satu bahasa yang sarat makna dan memikat mata. Ibarat syair – syair kehidupan yang menyejukkan.
Bayu W